2014/01/12

Tentang Menikah

Menikah bukan perkara mudah. Menyatukan dua kepala dalam satu atap, dua ide dalam satu judul "keluarga". Namun tak bisa dipungkiri pernikahan memberikan ribuan kemudahan, khususnya dalam perkara agama. Menikah itu menyempurnakan setengah agama. Ibaratnya seorang yg belum menikah itu layaknya seekor burung dengan satu bilah sayap, sekuat apapun mengepak tidak akan bisa terbang tinggi. Mau terbang tinggi ya menikah.

Kenapa gada ujan gada angin nulis beginian>? Lagi bosen aja dengan perkuliahan ala jepang, mencari penumpahan untuk mengalihkan cekokan2 segera menikah dari orang2 sekitar -,,- #lah knp jd curcol. Engga juga sih, cuma menyampaikan pemikiran aja berhubung satu dua tiga empat dan beberapa teman dan seorang om penulis belakangan ini / sebentar lagi #inshallah menikah. Siapa tau berguna dan mengisnpirasi teman-teman pembaca untuk mengikuti jejak mereka.

Menilik fondasi, ternyata perkara sakral ini juga diungkit dalam kitab suci dan jalan nabi.
 "Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya." (QS An-Nur ayat 33)
 “Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu untuk menikah, maka hendaklah dia menikah. Karena dengan menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu bisa menjadi perisai baginya” (HR. Bukhari-Muslim) 

Teranglah sudah perintah menjaga kesucian dan juga menikah beserta persyaratannya. Kalau sudah ada kemapanan (dan kedewasaan), segerakanlah untuk menghindari maksiat maupun fitnah. Kalau belum ada ya cepetan persiapkan hal tersebut perbanyaklah berpuasa.
 
Agak nyerong dikit. Dilema yg sering melanda kaum remaja adalah pertanyaan, Kalo pgn nikah mendingan pacaran dulu ga sih? Kan kita harus tau dong seluk-beluk calon pendamping hidup. Yakali gua nikahin stranger. Jadi ingan tulisan teman penulis, sebut saja namanya May, tentang pacaran. Senada tapi tak seirama penulis yakin bahwa teman-teman pembaca tentu sedang dalam jalan menuju kedewasaan. May mungkin malarang pacaran, tp penulis tidak bisa. Orangtua teman-teman pembaca aja gak melarang, lah siapa pula penulis? Lagipula pasti teman pembaca sedang mencari keyakinan a la diri sendiri tentang apa itu menjalin hubungan dengan lawan jenis. Tapi sekedar mengingatkan, pacaran itu secara implisit sudah jelas dilarang oleh panutan kita semua.
   “Janganlah seorang laki-laki dan wanita berkhalwat, sebab syaithan menemaninya. Janganlah salah seorang di antara kita berkhalwat, kecuali wanita itu disertai mahramnya” (HR. Imam Bukhari dan Iman Muslim dari Abdullah Ibnu Abbas ra).
Intinya, boleh mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang calon pasangan sebelum menikah, tapi bukan dengan cara pacaran. Berikut dialog seorang anak kelas 6 sekolah dasar di jepang dengan bapaknya.
 Anak: "Papa, kok temen-temen aku mulai pada pacaran sih? Berarti aku boleh dong pacaran."
 Bapak: "Oh ya boleh, cuma bedanya kalo kita orang Islam pacarannya abis nikah."
 Anak: "Yess!" #muka polos & bahagia
 
Kembali ke headline, case pernikahan ini banyak sekali, dan penulis pasti berbusa jika jelasin semuanya disini. Tapi coba penulis urai beberapa disni. Case pertama, menikah muda. Teman penulis, seorang akhwat, sebut saja namanya Ina. Ina menikah di umur 19. Heboh. Sampai saat ini penulis masih terkaget, "Hah? Temen gua udah jadi istri orang? Perasan baru kmrn lulus" #gapenting. Mungkin ini salah satu alasan mengapa Ina berketetapan demikian.
Jika datang (melamar) kepadamu orang yang engkau senangi agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan putrimu). Jika kamu tidak menerima (lamaran)-nya niscaya terjadi malapetaka di bumi dan kerusakan yang luas” (HR. At-Tirmidzi)
Pokoknya salut lah buat si Ina ini, yg penulis tahu Ina ini orang nya religius, ga banyak ngomong, hafalannya banyak, kayaknya sering mikirin umat (jadi keliatan galau dari luar IP), gak suka cerita tentang kesulitan yg dihadapi pada orang, curhatnya sama Yang Maha Mendengar berarti #apresiasi (tapi ditulis di blog juga sih sebagian), intinya udh siap sih kata penulis.   
Ohiya, ada teman penulis yg penulis berat, sebut saja namanya Ray. Ray ini 'menolak' "##### Cup" yang merupakan penghargaan internal sebuah batch di madrasa penulis untuk anggota batch yg pertama kali menancapkan janur kuning. Hm, boleh saja memberikan apresiasi, tapi hendaknya kita tidak lupa esensi dari sebuah pernikahan, dan tentunya mengambil pelajaran. Ya maklumlah kita kan masih belum sepenuhnya dewasa, asik2an boleh lah. ^^

Case selanjutnya, menikah tua. Sudah jelas dalil nya di al qur'an seperti yg sudah disebutkan sebelumnya. Belum ada rezeki. Ya meskipun katanya menikah melancarkan rezeki, kebanyakan calon mertua ingin mendapatkan jaminan bahwa putrinya bisa hidup berkecukupan for granted. Case ini juga disebabkan belum siapnya mental sang pelamar #sok. Ada juga yg gamau menikah karena takut repot atau mengganggu karir. Wah ini yang salah teman, menikah itu sunnah nabi kita Muhammad saw. Kalau gamau menikah nanti hari kiamat minta syafa'at sama siapa? Bisa berabe urusannya _^_  

Case sepesial, tinggal di luar negeri. Mashallah, di tanah orang yg mayoritasnya bukan muslim, banyak sekali godaan, maksiat, dan fitnah tersebar di mana mana. Untuk itu dibutuhkan iman yang kuat. Tak dapat dipungkiri menikah adalah solusi terbaik. Seorang imam masjid di Jepang mengatakan, tidak masalah menikah di usia muda. Kalau sudah ada calon potensial, ajaklah ke luar negeri. Allah telah memberikan dua pilihan jalan, halal (menikah) atau haram (zina). Zina yang dimaksud disini juga termasuk zina mata. Na'udzubillahi min dzalik. 

Selain itu, teman teman yg tinggal di luar negeri tentu memiliki fokus / ambisi yg harus dipenuhi dalam jangka waktu tertentu. Tak dapat dielakkan urusan basic seperti menu makan dan kesehatan badan bukanlah prioritas. Kita ambil contoh teman penulis, sebut saja namanya Is, yg sedang menuntut ilmu di luar negeri. Is harus memenuhi ekspektasi kehidupannya yg sungguh high paced. Berbagai kerjaan & kewajiban dilakukan oleh Is sehingga drop lah kondisi nya sampai ke taraf cukup memprihatinkan. Untuk itu penulis menyarankan Is untuk segera ke KUA agar ada yg mengurusi #hhe. Tapi memang benar, jika harus masak terus2an, bersih2, dan semua rutinitas rumah tangga, waktu cukup terpakai dan tidak bisa dialokasikan untuk sesuatu yg lebih bermanfaat bagi umat dan bangsa, padahal sedang berada di negeri dengan teknologi yg canggih.


Case yg paling keren, menikah murni karena agama. Gapake pikir panjang, asalkan agama nya bagus dan nurani mengiyakan. Semudah membalik telapak tangan bisa dibilang. Contohnya? Langsung dari Salafus shalih. Cerita tentang lamaran Salman al-Farisi yang ditolak sekaligus diterimanya Abu Darda'. Subhanallah. Kalau belum tahu bisa dilihat selengkapnya di http://goo.gl/vhHZxy Ya, ini sih udh out of our league. Gada lagi di jaman sekarang. Memutuskan untuk menikahi seseorang dalam waktu singkat. Ehiya, cerita ini juga menggelitik penulis tentang teman-teman di luar sana yang pacaran 'atas nama cinta', benci atas nama cinta, merasa dikhianati, dll. Kalau mau tahu, cinta sejati itu hakikatnya adalah melepaskan kata bang Darwis (Tere Liye). Kalau cinta itu diridhai oleh Allah, tentu Sang Pemilik Cinta akan mempersatukan kalian. Jodoh ga kemana. Hanya masalah kepercayaan antara teman pembaca dengan idaman hati. Kalau ternyata idaman nya diambil orang, tenang saja Allah gabakal salah nunjukin tulang rusuk teman. ^^


Case yg terakhir, menikah di umur ideal. Hemat penulis umur yg ideal adalah 25 untuk lelaki. Sedangkan tidak ada angka untuk wanita. Ini sih berdasarkan fakta pernikahan Rasulullah saw dengan Khadijah dan Aisyah ra. Pada umur 25 ini seorang pemuda expected to be dewasa, mantap secara ekonomi maupun mental. Karakteristik yg ideal untuk memulai pelayaran bahtera rumah tangga #apansih. Sedangkan wanita secara emosional jauh lebih cepat matang sehingga tidak ada umur ideal untuk menikah, asalkan sudah akil baligh sih. Untuk para pemuda ya silahkan berberes diri, mempersiapkan diri untuk salah satu turning point terbesar di hidup teman. Untuk definisi apa itu dewasa, seperti yg penulis pernah bahas sebelumnya, dewasa adalah ketika kita mengetahui tujuan kita hidup (yakni beribadah), dan mengamalkannya dalam tiap detik (setidaknya sebagian besar darinya). Gaperlu buru-buru, arogan itu sifatnya setan kan. Selo lah.


Sebagai penutup, penulis menyarankan teman-teman pembaca, untuk menikah instead of pacaran. Belum siap nikah? Ya siapkan diri. Tentukan range umur untuk melamar, seperti teman penulis yg sudah set 2 tahun 8 bulan lagi insyaAllah akan melamar (ikhwan sih). Buat yg akhwat jgn mau dipacarin, emang mau harga dirinya 'dipermainkan' sama seorang yg belum tentu jadi suami? Buat yg ikhwan jadilah gentleman dan hargailah para wanita sebagaimana Islam meninggikan wanita, kalo mau pacaran mendingan quit school aja dan jd boyband ato justin bieber.


Untuk Om Atan, Mba Tiwi, Ka Yudha, Ka Isa, Izzah & Ka Gilang, Ka Ahmad, dan juga teman-teman pembaca yg sudah / akan menikah.
worst case advice: jangan pernah berfikiran untuk cerai. Itu bujukan setan, musuh nyata kalian! Rumah tangga yang sempurna bukan berasal dari kesempurnaan masing-masing pasangan, melainkan dari rasa qana'ah atau menerima akan segala kekurangan pasangan.

Wabillahittaufiq wal hidayah. #cmiiw

1 comment:

Gianluigi said...

Nama samaran yang disematkan untuk tokoh di tulisan ini, sepertinya keliatan gimana diambilnya..

Wahduh itu yang 2 th 8 bln keluar juga ya :v